Friday 6 May 2016

"SEPOTONG HATI"


Suatu pagi di Roemah Roti

"Wow! Fira.. Saya bener-bener gak nyangka kita ketemu lagi." ucap Gery dengan binar matanya menatapku antusias. 

"Yaa.. Saya juga gak nyangka.. Kamu apa kabar, Ge?" tanyaku setelah dia mengendorkan genggaman tangannya, kemudian sama-sama kami sadar bahwa kami terlalu lama bersalaman. 
"Baik, saya baik. Kamu?"
"Baik juga.." jawabku masih gak percaya sekaligus grogi.

Dia, laki-laki yang memutuskan hubungan kami 9 tahun yang lalu tanpa alasan yang jelas, sekarang datang lagi dihidupku. Dan aku tak kuasa untuk tidak bersikap manis dihadapannya. 

"Kamu sibuk apa Fir, sekarang?" tanya Gery membuka percakapan kami pagi itu. 
"Yah beginilah, tiap pagi aku datang kesini. Nyiapin semuanya, baru kalo semua karyawan udah datang, siap buka toko, baru deh bisa ditinggal ngapa-ngapain."
"Ooh, kamu hebat yah masih muda, udah punya cafe sekeren ini. Salut. Selamat yah."
"Hehe, terimakasih. Kalo kamu, sibuk apa sekarang Ge? Oh ya kamu dalam rangka apa datang ke kota ini? Bukannya kamu tinggal di Sydney?" duuuh pertanyaanku terlalu bersemangat yah... Hihihi! 

Gery, 32 tahun, seorang dosen, duda 1 anak. 

Fira, 28 tahun, pengusaha bakery, belum menikah.

Tanpa sadar mataku berkaca-kaca aku terharu mendengar kisah hidup Gery. Enam tahun yang lalu dia menikah dengan perempuan Australia dan dikaruniai satu anak perempuan usia 5 tahun sangat lucu dan menggemaskan. Singkat cerita pernikahan mereka hanya bertahan sampai tahun kelima, mereka berpisah kemudian Gery pulang ke Indonesia membawa putri satu-satunya. 

"Loh jadi sekarang kamu kembali menetap disini?" tanyaku sedikit bersemangat. 
"Iya,  Fir. Kampus kita dulu perlu pengajar yang master di bidang management. So saya dipanggil sama rektor untuk join. Yah rejeki namanya.." ceritanya. 
"Yaa betul-betul rejeki itu namanya, hmm.. Eh, Mana anak kamu?" 
"Oh ya, Vira lagi sekolah.."
"Maksud kamu?" 
"Iya, anak saya Vira namanya, Tiara Saphira. Kenapa kaget?" jelasnya sambil tersenyum penuh arti. 

"Jadi, gini.. Fira, saya bingung nih harus mulai dari mana, tapi saya janji akan ceritakan semuanya. Gimana kalo nanti malam jam 9 saya jemput kamu, saya kenalin kamu sama my little Vira, okay?"

Lalu dia pamit pulang. 

"Wooow! Cantik banget rumah kamu, Ge.. Siapa yang ngurus?" tanyaku penasaran bercampur kagum sambil melihat-lihat interior ruangan. 
"Hehe, ada si Mbok pembantu rumah yang mengurus semuanya juga memasakkan makanan untuk saya dan Vira.."

Kemudian terdengar suara langkah kecil dari tangga disebelah ruang makan. 

"Nah! Tu dia." kata Gery sambil menunjuk ke arah tangga. "Come Vira, this is Aunty Fira. Fira, this is my daughter, Princess Vira.." Gery memperkenalkan putri cantiknya yang mempunyai kemiripan nama denganku. 
"Hi, Princess Vira! Nice to see you.." sapaku kemudian disambut senyum malu-malu dari bibir pink yang mungil.
Kemudian dia membisikkan sesuatu ke Ayahnya.. 

"Hehehe.. Kamu denger dia bilang apa? Dia bilang dia suka kamu, kamu cantik katanya.." kata Gery senyum. 
Aaah, sekarang jadi aku yang malu-malu.. 

Belum sempat aku bilang thank you, anak bule itu langsung lari ke kamarnya. 
"Eh, itu beneran dia yang ngomong apa bapaknya nih?" kataku tembak langsung. 
"Hahaha.. Kamu bisa aja Fir, ya dia lah masak bapaknya. Bapaknya mah..."
"Apa? Bapaknya apa hayooo?" 
Lalu kami tertawa bersama, sedikit menghapus ketegangan diantara kami. 

Si Mbok yang berumur kira-kira 45 tahunan datang membawakan kami 2 cangkir bajigur dan 2 piring berisi mi goreng ke teras samping rumah. 
"Anak kamu deket yah sama kamu Ge?" 
"Iya Fir, sejak bayi saya yang sering mengurusnya. Waktu di Sydney kami gak ada baby sitter, hanya part timer aja yang datang 2 hari sekali bersih-bersih rumah dan laundry."

"Loh, emang ibunya kemana? Kok kamu yang ngurus Vira? Eh, maaf ya kalo aku tanya-tanya gini.."

"Gak apa-apa, Fir justru saya malah seneng kalo kamu mau denger cerita saya."
"Hmm, okay. Lalu?"
"Ya, mantan istri saya seorang pekerja seni, dia sangat sibuk dengan teater nya sampai-sampai mengurus suami dan anaknya pun tak sempat. Dia tak mau mendengar kata-kata saya, akhirnya dia pun merelakan saya membawa Vira kesini." cerita Gery panjang. 

"Gilak yah? Ada gitu ibu macam gitu?" komentar spontan mengalir dariku. 
"Itu dia, Fir. Tadinya aku pengen mempertahankan demi Vira, tapi aku pikir keluarga yang sesungguhnya bukan seperti ini. Makin lama dia makin salah pergaulan Fir, dan saya gak mau Vira tumbuh dengan contoh ibunya yang seperti itu. Makanya kami memilih berpisah secara baik-baik dan dia okay-okay aja tuh."

"Oooh.. Gitu. Eh, tunggu-tunggu, jadi gimana ceritanya tuh, Fira dan Vira?" tanyaku setelah penasaran dari tadi pagi. 
Gery pun tersenyum.. 
"Tapi jangan ge-er yaa.." pesannya sedikit menggodaku. 
"Ah, apaan sih kamu.. Cepetan cerita, kamu janji loh!" tepisku sambil kuselipkan rambut di belakang telingaku, menyembunyikan rasa maluku -- salah tingkah. 

"Sebelumnya, saya mau minta maaf sama kamu, Fir. Tentang 9 tahun yang lalu. Sebenernya saya sangat cinta kamu saat itu. Tapi saya harus memilih. Saat itu keadaan ekonomi keluarga saya lagi kacau, ayah ibu saya ingin berpisah, tugas akhir terbengkalai. Justru karena saya sayang kamu, maka saya terpaksa melakukannya. Saya takut hidup kamu susah kalo terus bersama saya, Fir."

Kemudian hening sesaat...

"But why you didn't tell me?" 

"Saya bener-bener minta maaf,  Fir. Saya fikir keputusan terbaik saat itu adalah meninggalkanmu. Saya tau kamu sedih, saya tau kamu marah. But now, please, tell me what can I do for you to pay all the time when i was not there... Please? Kamu mau kan maafin saya?" pintanya. 

Sambil menahan air mataku supaya tak jatuh, aku mulai mengatur suara untuk mencoba menyampaikan semua perasaan ini. 

Aku menghela nafas.. 
"Susah Ge, sudah terlalu lama. Bahkan hampir saya menguburnya dalam-dalam rasa sakit dan kecewa parah, mencoba memahami sendiri apa yang udah kamu lakukan ke saya. Lalu mencoba memaafkan dan melupakan. Tapi, selalu gagal." aku tak sanggup berkata-kata lagi. Pecahlah tangisku didepan Gery. Seumur-umur baru kali ini aku nangis didepan cowok. 
Kemudian Gery menyodorkan tissue kotak kepadaku. Dan duduk disampingku. Aku merasakan tangannya menyentuh pundakku. 

"Sudah, sudah.. Maaf kalo saya malah membuatmu sedih lagi. Maafin saya ya, Fir? Saya hanya pengen memperbaiki hubungan kita lagi. Apa masih bisa?"
Aku terdiam beberapa saat, 

"Sudah malam, Ge.. Saya mau pulang." semua pikiran berkecamuk di otakku. 
"Okay, saya anterin kamu pulang sekarang. Tapi, pertanyaan saya, Fir? Masih bisa gak kita seperti dulu lagi?"
"Can we talk later, please?" 
"Okay then.."

Pagi ini aku datang ke cafe dengan muka sembab dan mata yang kurang tidur. Kubuat secangkir kopi sebagai tendangan semangat untuk hari ini. 

Sepotong hati yang kau bawa pergi
Kini menuntunmu untuk kembali 
Masihkah mungkin potongan-potongan itu menyatu lagi?  

☕️
(belum tamat)



No comments:

Post a Comment