Monday 8 February 2016

Romantika Gilang dan Rana Bagian 3 (TAMAT)

Jogja, 24 September 2004
Kantor
Tadi siang tiba-tiba badanku meriang, pusing kepala, panas demam, sampai menggigil kedinginan. Lalu Bu Ida, supervisor ku menyuruhku pulang awal saja supaya bisa istirahat. Tapi sebelumnya aku sempat dikeroki dan diurut-urut sama mbak Siska, juga dibuatkan teh panas. Setelah setengah jam tiduran di ruang kesehatan dan agak mendingan, aku pulang minta jemput Adi.

Tapi sebelumnya Adi menemaniku kerumah dr. Gunawan, teman dekat bapakku yang sudah seperti saudara dan menjadi dokter langganan keluarga kami. Dia memaksaku untuk cek ke dokter, supaya dapat obat dan bisa tidur nyenyak. Setelah diperiksa tekanan darah, suhu badan dan tenggorokan juga mata kemudian dr. Gunawan menuliskan resep. Aku diberi obat penurun panas dan antibiotik. Kata dokter hanya radang tenggorokan.  
Tapi aku diberinya juga surat untuk istirahat 2 hari, dikarenakan penyebabnya adalah kecapekan. Ya, memang 2 hari yang lalu aku baru pulang dari Semarang, ada acara kantor dan langsung disambut kerjaan yang menumpuk. 

"Tuh kan, aku udah sering bilang, jangan lupa makan. Tidur juga jangan malem-malem.. Jam 10 paling telat udah harus tidur, kan paginya kamu kerja seharian. Pulang-pulang capek kadang masih harus ngerjain yang lain, cuci baju lah, nggosok lah, masak.. Coba! Kan? Orang kerja itu lebih capek lho daripada kuliah." Cerocos Adi sambil nyubit pipi kananku begitu kami masuk ke sebuah mobil sedan milik ayah Adi, sepulang dari rumah dr. Gunawan. 
Aku hanya terdiam lemas, puyeng, denger omelan Adi sepanjang jalan. 
"Yaaa ya.." Kemudian jawabku lirih. 

***
Sesampainya didepan rumah ibu kos, Adi keluar dari mobilnya tanpa mematikan mesin kemudian berjalan memutar dan membukakan pintu untukku. Mengusap-usap kepalaku dan menyuruhku segera masuk dan istirahat. Kemudian dia langsung pulang. 

Kamar kosku terletak dibelakang rumah induk. Jadi semua anak kos ataupun tamu harus melewati halaman rumah ibu kos dulu sebelum memasuki kamar-kamar mereka, tapi ada pintu khusus menuju kesana. 

Kamar Kos
Beep.. Beep..
'Ah, aku lupa mematikan HPku..' Kataku dalam hati. SMS masuk disaat mataku hampir terpejam. Kubuka saja pesan masuk daripada penasaran. Baru setelah itu akan ku non-aktifkan. 

Gilang :
['Hey Rana! Pakabar? Sorry ggu, lg krj pa lg istrht?']

Aku :
['Gilang.. Ak lg dikosan, td blk cpt. Sakit :) ada apa Gilang?']

Gilang :
['Oh skt apa? Byk minum non, istrht. Aq jenguk y? Dmn kosan km?']

'Waduh?!' Gumamku dalam hati..
'Serius dia mau kesini?'
Mendadak badanku rada enakan. Sakit kepalaku sembuh seketika. Entah gara-gara obat yang mana nih... Hmmm.. Lama aku berfikir, bingung harus kujawab apa. 

10 menit kemudian...
Aku :
['Km mo ksini bnran? Ntar ada yg mrh? Udh gpp, ak gpp kok cm kecapekan n bth istrht aj..']

Gilang :
['Y udh kl gt kpn2 qt ktm y Rana.. Jgn lp byk mkn buah. Ok? Met istrht. Cpt smbh y..']

Nyesss rasanya baca sms dari Gilang... Sumpah, langsung seger lagi ini badan. Apa arti semuanya ini ya Tuhan? Duuuhh.. Berselingkuhkah aku? Menduakah aku? Bagaimana dengan Adi?
'Mengapa kamu hadir disaat aku sudah bersama orang lain, Gilaaaaang??' Kuhujamkan kepalan tanganku ke guling disampingku, gemes!  


Jogja, 25 September 2004

Hari ini adalah hari ulang tahun Gilang. Aku masih ingat betul, 4 tahun yang lalu aku mengirimkan hadiah untuknya. Sekotak cake berdiameter agak kecil dan kado berisi kaset album grup favoritnya, The Beatles. Harganya Rp. 40.000 cukup mahal pada waktu itu. Aku termasuk orang yang mau membayar berapapun untuk kuberikan pada orang yang kusayang. Tapi tetep melihat kemampuan juga sih. Yang kubeli waktu itu adalah album kumpulan lagu-lagu terbaik The Beatles. Dan gak hanya satu kaset tapi satu paket berisi dua kaset, didalamnya mungkin ada sekitar 30-an lagu. Aku pilih kaset itu karena kami sama-sama penyuka lagu-lagu lawas, terutama lagu I Will dari The Beatles, salah satu lagu kenanganku dan Gilang. 

***

Masih dalam rangka memanfaatkan surat keterangan sakit, di kamar ditemani ikan-ikan yang berenang kesana kemari didalam akuarium berukuran kecil, aku bingung.. SMS atau gak ya? Ngucapin gak ya? Ah, akhirnya kuberanikan diriku untuk memulai menghubunginya lagi. Pertama-tama aku kirim MMS, yaitu pesan bergambar kue tart bertuliskan 'Happy Birthday To You' kemudian gambar kartun mickey mouse meniup lilin-lilin yang tertancap diatas kue tersebut, lalu disusul gambar kartun minnie mouse datang dan mencium si mickey... Hihihi lucu yah!

Langsung dijawab oleh Gilang...
Gilang :
['He3x.. Mksh Rana. Km msh inget ya ultahku?']

Aku :
['Inget dong :) msa lupa. met ultah y.. Smg pjg umur, sehat n sukses sll. Amin3.']

Gilang :
['Amin, tq y! Gmn udh enakan blm? Udh mnm obat? Rana, km skrg makin lucu ya.. ;p']

Oh mai gat!! Kata-kata itu lagi yang terucap darinya.. 'Rana, kamu sekarang makin lucu ya..' Ya Tuhan, skenario apalagi yang akan kau torehkan?

Aku :
['Yeee.. Km ah. Udh mendingan, tp msh hrs diabisin obatnya. Bosen nih dikos mulu :(']

Gilang :
[Nti mlm qta jln yuk, mw g? Eh, km ntar ada yg mrh g kl aq ajak jln? Hayo..']

Terperanjat aku dibuatnya, dari yang tadinya tiduran santai diatas kasur langsung terbangun posisi duduk sambil membelalakkan mataku, kubaca sekali lagi SMS dari Gilang. 
'Ini beneran? Dia ngajak jalan?'
Kuambil bantal lalu kubenamkan wajahku diatasnya kemudian teriak sekencang-kencangnya.. 
'Gilaaaaaaaaang..!!'

***

Waktu menunjukkan jam 3 sore, aku baru bangun dari tidur siang. Kuambil HP disamping tempat tidurku, ternyata ada 2 pesan masuk, satu dari Gilang, satu lagi dari Adi. Dan 3 kali missed call dari Adi. 

Gilang :
['Gmn, bs g? Kok g dibls smsku? Tdr ya? Kbrn y, aq tggu..']

Aku :
['Iy sorry Gilang ak ktdrn td, hehe.. Nti ak kbrn y, ak mw mandi dl.']

Aku sibuk memikirkan gimana caranya biar bisa jalan sama Gilang, tapi Adi jangan sampai tau. Aku sebetulnya pengen banget ketemu Gilang. Tapi gimana perasaan Adi kalo tau aku jalan sama cowok lain? Mantan pacar pula.. Duuuh Andilau deh... Antara dilema dan galau *tepok jidat dua kali* 

Aku coba menelpon Adi...
"Hallo sayang, bangun tidur ya?" Sapanya dari ujung sana. Adi selalu memanggilku dengan sebutan sayang, padahal aku sekalipun tak pernah memanggilnya sayang, kecuali kalo disuruh. Duh! Parah ya? 
"Iya Di, sorry tadi tidur, gak denger bunyi HP.." Jawabku dengan suara masih agak parau. 
"Iya, gak papa emang kamu harus banyak istirahat. Gimana udah sehat? Makan malam nanti gimana? Mau aku beliin gak? Makan di kosan aja.. Ntar aku mampir bentar jam 5 an ya?" Kata Adi bersemangat. Dia memang seorang cowok yang cerewet, rame dan agak bawel. Iya sih perhatian banget tapi kadang kesannya jadi suka ngatur. 
"Ngng.. Gak usahlah Di. Aku ntar nitip anak kos aja.." Sanggahku rada cemas. 
"Nitip siapa.. Ini malem minggu lho, yang ada mereka pasti pada keluar dan pulangnya malem. Telat dong nanti makan nya klo kamu nitip mereka? Udah, nanti aku aja yang beliin.. Udah dulu ya.. Jam 5 ya sayang!" Katanya panjang kali lebar..
"Oke deh.. Daaaah!" Jawabku singkat. 

Dari awal aku kenal Adi tidak ada sedikitpun rasa tertarik apalagi suka. Kami bertemu lantaran dikenalkan seorang teman kampusku dulu, Dayu namanya. Adi itu teman main Dayu, dan sebetulnya waktu itu Dayu menyimpan rasa pada Adi. Tapi Adi sepertinya tidak menanggapi, dia lebih intens mendekati aku. Aku pada posisi yang sulit saat itu. Apalagi ketika Adi menyatakan perasaannya padaku. Aku benar-benar dilema, aku minta waktu untuk berfikir sebelum aku memutuskan menerima atau tidak. 

Pada dasarnya Adi itu baik hatinya, tapi sebenarnya alasan terkuat untukku menolaknya adalah... Klise memang, aku masih belum bisa melupakan masa lalu ku. Aku masih menaruh harapan pada Gilang. Aku masih mencintai Gilang. Aku masih menunggu Gilang datang kembali padaku. Dan Adi jauh dari kriteria cowok impianku, yang jelas aku tidak mencintainya. Namun dukungan yang kuat dari orang tua dan teman-temanku lah yang membuatku akhirnya menerima Adi sebagai kekasihku. Diluar itu aku hanya mencoba menjalani saja berharap cinta itu datang seiring berjalannya waktu.

Dan yang paling membuatku terharu ketika Dayu memilih untuk mengalah dan merelakan jika memang akulah yang Adi pilih. 
"Ran.. Sekarang udah jelas Adi lebih memilih kamu. Terimalah! Kamu jangan mikirin orang lain, jangan mikirin aku.. Aku gak papa, mungkin memang dia bukan untukku. Sekarang waktunya kamu temukan kebahagiaanmu! Bertahun-tahun buat apa kamu menunggu orang yang gak jelas juntrungannya? Jangan bodoh Rana..." Kata Dayu saat itu dengan nada tinggi namun sesekali suaranya terdengar terbata-bata.
"Ya tapi... Day.." Mataku mulai berkaca-kaca. Lalu kuraih bahu Dayu dan kamipun berpelukan dalam isak tangis berdua. 

***

Jam 5 kurang 5 menit, bel kos-kosan berbunyi. Adi datang membawakanku sebungkus nasi padang dan minuman jeruk panas yang dibungkus plastik. Dari dalam kamar aku membawa keluar 2 piring dan 2 gelas untuk makan aku dan Adi. 

Kosku yang sekarang kos kosan putri yang ketat dengan peraturan. Ada waktu berkunjung dan jam 10 malam pintu pagar mulai dikunci. Tamu putra dilarang masuk kamar. Tersedia satu ruang tamu dan satu ruang makan terbuka yang bisa kami gunakan untuk menerima tamu. Kami hanya bertujuh dan antara kamar-kamar kos dan rumah induk hanya dipisahkan oleh taman seluas kira-kira 6x8 meter persegi. Jadi siapa yang keluar masuk tetap terawasi oleh yang punya kos. 

"Hai sayang, udah seger tuh gak pucat lagi kok.." Sapa Adi begitu aku datang sambil mencium keningku. 
"Yaah.. Mendingan lah, tidur mulu.. Yuk makan, ntar keburu malem, kamu ikut makan juga kan? " Tanyaku ingin memastikan.
"Iya nih aku beli dua bungkus.." Katanya sambil membuka bungkusan nasi dan ditaruhnya diatas piring. 

Setelah selesai makan Adi pamit pulang, dia harus sampai dirumah sebelum maghrib karena ayah ibunya mau pergi kondangan. Adi harus jaga rumah. 
"Aku gak bisa lama-lama nih, Yang.." Katanya. 
"Iya gapapa, Di.. Tenang aja aku juga pengen istirahat aja di kos.." Kataku terpaksa berbohong.. Padahal kan Gilang mau ngajak keluar. 
"Ok deh, kamu baik-baik ya.." Diciumnya lagi keningku, lalu dia pulang. 

***

Kubereskan kertas sisa pembungkus makanan dan plastik minuman dari atas meja lalu kubuang ditempat sampah. Kemudian kuberjalan agak cepat langsung menuju kamar. Kuketik pesan di telepon genggamku dan kutekan segera tombol SEND ke nomor Gilang. 

Aku :
['Gilang, sorry br bls lg. Ak bs nih, mw jln jm brp tar mlm?']

Gilang :
['Oke! Jam 7 aq jmput gmn? Oy, kos km dmn almtny?']

Aku :
['Blh jm 7 ya.. Kosku di jl sagan no1331.']

Gilang :
['Sip, tggu aq ya!']

Yes!! Akupun senyum sumringah didepan kaca meja rias di kamarku.

***

Eh, kok aku deg-degan ya? Sebentar lagi jarum jam mengarah ke angka 7. Aku sudah siap dengan celana jeans biru dongker, t-shirt hitam lengan panjang berkerah tinggi. Cardigan warna coklat susu hanya aku jadikan shawl dipundak dan kuikat sekali bagian lengannya didepan dada. Make up tipis hanya sedikit bermain di mata, kupilih eyeshadow warna bronze yang kupadukan dengan warna coklat tua. Lalu kubingkai mataku yang agak sipit dengan liquid eyeliner warna hitam supaya keliatan agak melek dikit, hehehe... Terakhir kubaurkan perona pipi warna pink muda campur beige dan lipstik warna nude. That's all!


'Ting tong ting tong.. Assalamualaikum..'
Kudengar bel berbunyi, itu pasti Gilang tebakku. Segera aku samber tas slempang denim andalanku lalu keluar dari kamar dan kukunci pintu. Kupakai sepatu flat warna hitam berlogo huruf G kemudian setengah berlari aku menuju pintu depan. 

"Hai!" Sapa Gilang dari balik pagar. 
"Hai jugak.." Sambutku sedikit grogi. Sudah lama aku tak merasakan hatiku se-colourfull ini. 
"Tuh kan, kamu sekarang makin lucu deh!" Godanya setelah melihat penampilanku yang sangat jauh berbeda dibanding ketika mahasiswa dulu.
Hmmm! Rayuannyaaa... Dia biasa menyebutku lucu, entah kenapa? Mungkin karena aku imut seperti anak kecil.. Hehehe!
"Aaah kamu.. Yuk, mau jalan kemana kita?" Kataku mengalihkan perhatian. Sebenernya hanya supaya dia tidak terus-terusan membuatku gugup aja sih.
"Boleh gak aku nitip motorku disini, trus kita jalan aja ke mall sebelah. Kan deket.." Pintanya padaku. 
"Oke, boleh juga.. Sini biar aku aja yang masukin.." Aku menuntun sepeda motor bebek warna hitam legam ke garasi dibantu Gilang yang mendorong dari belakang. 

***

Disepanjang jalan menuju mall aku seakan-akan terbius kenangan 4 tahun silam. Disaat kami biasa berjalan berdua, bergandengan tangan, menyusuri jalanan komplek menuju warung mahasiswa itu.. Hujan-hujan satu payung berdua, dan dia suka sekali memercikkan air hujan yang jatuh dari ujung ruas-ruas payung ke mukaku, kemudian kuserang dia dengan cubitan-cubitan sayang... Plak!! Rana sadar!! 
Aku mencoba menepis bayangan indah itu. Lalu ketika kami sampai di ujung gang, tiba-tiba ada motor yang belok ke arah kami agak mepet. 
"Awas!" Kata Gilang sambil menarik lenganku. Secara spontan Gilang menarik tubuhku mendekat dan hampir aku jatuh dipelukannya (lagi)..
Kemudian kami saling bertatapan, dia canggung dan aku tersipu malu. Kamipun meneruskan langkah kami. 

***

Sesampainya di dalam mall, kami mencari restoran sekedar untuk nongkrong dan ngobrol di malam minggu. Akhirnya kami menuju ke sebuah restoran yang menyajikan masakan ala Jepang, yang letaknya cukup strategis dan tempatnya pun sangat nyaman. Kami memilih duduk di sofa dekat kaca supaya santai dan bisa melihat pemandangan diluar. Padahal juga cuma liat kendaraan-kendaraan yang lewat. Gilang memesan Dragon Balls BBQ dan Orange Juice sementara aku pilih dessert aja, Banana Chesse Cake dan Hot Japanese Tea. Maklum selain masih kenyang, tenggorokan lagi gak enak belom berani minum es. 

"Rana, kamu.. Gak ada yang marah kalo aku ajak jalan gini? Maksudku pacar kamu.." Tanya Gilang membuka percakapan. 
Sebenernya aku males membahas Adi didepan Gilang. 
"Hmm.. Gak lah!" Jawabku enteng sambil kuhirup teh yang masih panas.
"Lah, cewek kamu gimana? Gak malem mingguan? Kok malah ngajak aku jalan sih?" Sambungku dengan maksud mengalihkan pembicaraan.
"Ooh.. Itu.. Cewek aku gak disini Rana, dia kuliah di Bandung. Kemaren itu dia dateng ke acara wisuda kakaknya. Dikampus kita dulu. Waktu kamu telfon itu dia dan keluarganya lagi mampir ke kontrakan aku." Ceritanya pelan dan santai sambil menusukkan garpu ke makanannya lalu menyantapnya.
"Ooooh gitu.." Jawabku singkat. Perasaanku tak menentu. Antara sedih dan kecewa mengetahui Gilang sudah punya pacar juga bahagia karena sekarang dia ada didepan mata. Ah sudahlah, nikmati dulu saja sekarang apa yang ada. 

***

Waktu berjalan terasa begitu cepat. Tiba-tiba kumerasa ada yang bergetar dari dalam tasku. Kurogoh HP kulihat sepintas nama Adi muncul di layar HP. 
'Wah gawat nih!' Pikirku dalam hati. Kuurungkan niatku untuk menjawab panggilannya. Biarkan saja. 

"Siapa yang nelfon? Kok cuma diliatin aja?" Ternyata Gilang memperhatikan gerak-gerikku. Aku langsung salah tingkah. 
"Oh itu tadi temen.. Iya, temen kosku. Ngng.. Gapapa biarin aja klo penting nanti kan telfon lagi.." Kataku sekenanya. 
"Oooh.. Temen apa temen?" Candanya.
Hadeuh.. Mati kutu dah eyke! *tepok jidat untuk yang kesekian kali*

"Eh kita balik jam berapa, kosan kamu ada jam malemnya gak?" Lanjutnya seperti khawatir. 
"Jam 10 dikunci pagernya. Eh ya ampun, iya bentar lagi dong ini udah jam 9.40.." Jawabku sambil kulihat jam ditangan kiriku. 
"Oh iya.. Gak kerasa udah 2 jam lebih kita ngobrol disini. Yuk! Mau sekarang kita pulang?" Ajaknya. 
"Ayuk.." Kataku sambil melingkarkan tas di bahu ku kemudian mengusap mulutku dengan tissue. Gilang beranjak dari duduknya kemudian kususul dia dan kami keluar dari mall melalui pintu samping. 

***

Dalam perjalanan pulang dari mall menuju kos-kosan, kami lebih banyak terdiam. Sesekali hanya membahas apa yang kami lihat dijalan, entah rumah lah, pohon lah. Anginpun berhembus sedikit kencang membuatku melipatkan kedua tangan didadaku. Seketika itu juga Gilang meminjamkan jaketnya untuk menutupi tubuhku yang kedinginan. Menurut dia cardigan yang aku pakai terlalu tipis hingga dia melepas jaketnya kemudian menyelimutiku dengan jaket kulit yang hangat itu. Akupun terdiam menunduk menikmati jalan kampung yang sepi berdua dengan Gilang. Entah apa yang ada di benaknya kali ini aku tak mau terlalu berandai-andai. 


Jogja, 1 Desember 2004

Aku sadar sepenuhnya bahwa untuk memiliki Gilang kembali adalah hal yang tak mungkin. Posisi kami sama-sama sudah tidak sendiri lagi. Dan sampai detik ini pun tidak ada tanda-tanda serius atau kejelasan antara hubunganku dan Gilang. Meskipun tak bisa dipungkiri bahwa masih ada Tuhan yang bisa merubah segalanya.

Justru malah Adi yang terlihat makin serius mendekati keluargaku. Oya, dia mengajakku menikah tahun depan. Aku mulai berfikir. Aku bukan anak kecil lagi, dalam menjalani suatu hubungan tidak semestinya aku hanya main-main. Aku harus memikirkan masa depanku. Sudah ada didepan mata, laki-laki tampan, mapan, calon dokter pula, dari keluarga baik-baik... Kurang apa lagi? Gak adil rasanya kalo aku mati-matian mengharap yang tak pasti, sementara ada orang yang mau menerima aku apa adanya tapi sama sekali tak kuhiraukan. Aku gak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Oke, aku memutuskan untuk melebur semua kenangan-kenanganku bersama Gilang. Mungkin sudah saatnya aku mengubur semua masalaluku dan memulai hidup baru demi masa depanku. Aku bakar surat usang itu, bunga kering pemberian Gilang di hari valentine dan buku diary yang berisi kisah manis dan pahitku bersamanya. Meski sambil menahan isak tangis, aku harus melakukannya. Mungkin ini salah satunya yang membuatku tidak bisa melupakan Gilang. Aku harus menutup memori itu. Aku harus bisa! Sekarang saatnya membuka lembaran baru... 

Sayup-sayup terdengar lagu Air Mata punya Dewa dari radio di dapur ibu kos. Lengkap sudah kesedihanku sore itu...

Air mata telah jatuh membasahi bumi
Takkan sanggup menghapus gelisah
Penyesalan yang kini ada
Jadi tak berarti
Karna waktu yang bengis terus pergi

Menangislah bila harus menangis
Karena kita semua manusia

Manusia bisa terluka manusia pasti menangis
Dan manusia pun bisa mengambil hikmah

Dibalik segala duka tersimpan hikmah
Yang bisa kita petik pelajaran
Dibalik segala suka tersimpan hikmah
Yang kan mungkin bisa jadi cobaan

***

Tak lama kemudian, datanglah SMS dari Gilang...

Gilang :
['Rana, lg ngapain? Nti sore km ad acr g? Temenin aq ke gramed yuk..']

Waduh! Ujian.. Mengapa engkau selalu datang tiba-tiba? 

Aku :
['Hmm Gilang, maaf bgt y.. Kynya ak g bs, skrg ak mst ijin dl kmn2. Km ngerti kn mksd ak?']

Jujur, berat rasanya aku membalas SMS itu. Tapi semoga dengan SMSku itu Gilang mengerti maksudku. Aku sebenarnya ingin bilang 'sudah Gilang jangan hubungi aku lagi' tapi tak tega rasanya. Sekarang aku hanya bisa pasrah, kalo memang dia benar-benar menginginkan aku apapun yang terjadi dia pasti mencariku. 

Gilang :
['Iy gpp kok, aq ngrti.. Sorry yah!']


15 Bulan kemudian...
Jogja, 23 Maret 2006

Berbulan-bulan tidak ada kabar dari Gilang. Diapun tidak juga mencariku. Ternyata SMS itu adalah SMS terakhir yang dia kirimkan padaku. Kebetulan beberapa bulan yang lalu aku mengganti HP ku dengan yang baru juga nomor baru. Dan aku sengaja menghapus nomor Gilang dari phone book aku. Memang sudah niatku benar-benar menghapus jejaknya dari hidupku. Mungkin memang sudah takdirku, dia bukan jodohku. Karena keadaan ini kami jadi saling menjauh. 

***

Tak disangka, bulan demi bulan Adi malah menunjukkan sifat aslinya. Muncul ketidakcocokan dan makin banyak konflik antara kami berdua. Dia semakin posesif dan aturan-aturannya lama-lama membuatku muak dan tidak bisa bergerak bebas. Dan kamipun sering berantem, sempat putus kemudian nyambung lagi, putus lagi nyambung lagi. 
"Aku capek Di, jalan sama kamu kalo begini terus..." Kataku perlahan ketika dia datang ke kosku. 
"Kamu kenapa sih?" Sanggahnya curiga dan sedikit emosi. 
"Maaf ya.." Lanjutku, "Giliran aku yang ngomong sekarang. Aku gak bisa terus-terusan kamu atur, harus beginilah begitulah, aku udah gede Di.. Aku tau mana yang baik mana yang gak. Aku punya prinsip. Dan aku nerima kamu buat jadi pacar aku itu aku berharap kamu bisa ngelindungin aku, ngejaga aku.. Bukannya malah mengekang hidupku. Aku udah cukup sabar dan ngalah terus sama kamu selama ini.." Kataku sedikit kesel. 
"Iya, tapi kan kamu perempuan harus nurut dong sama laki-laki.." Bantahnya. 
'Huft!! Aku gak sukanya dia itu begitu deh... Sok banget! Jadi suamiku aja belom udah sok-sok an ngatur-ngatur.' Gerutuku dalam hati. 

Tapi aku mencoba untuk tidak emosi waktu itu. Seperti biasa aku tetap di posisi yang lemah. Sebetulnya aku sudah siap dengan segala resikonya kalo memang hubunganku dan Adi harus berakhir. Karena hubungan ini sudah tidak sehat, akupun jadi enggan menjalaninya. Toh aku sudah lama juga berusaha mencari solusi yang terbaik, dan jawabannya semua ada ditanganku, aku yang menjalaninya. Keluarga dan teman-temanpun sudah mengetahui duduk persoalannya, mereka mendukungku kalo aku harus mengakhiri hubunganku dengan Adi. 

Melihatku diam lalu Adi yang masih duduk disebelahku menggenggam tanganku dan berkata "Ya sudah sekarang kamu maunya gimana?"
Pelan-pelan aku melepaskan genggamannya, kemudian lirih aku berkata "Maafin aku ya Di.. Kita udahan aja deh."
"Maksud kamu?" Katanya sambil memandang serius kearahku. 
"Iya, kita putus ajalah. Aku gak bisa lagi maksain diriku harus sejalan dengan pikiran kamu.." Kataku mantap. 
"Yang, kamu yakin?" Tanya Adi. 
"Iya.." Jawabku santai kemudian senyum padanya dan kulihat dimatanya ada rasa kecewa. Akupun menunggu apa yang akan ia katakan. 
"Oke lah, kalo memang gitu mau kamu.." Jawabnya setelah terdiam beberapa saat. Terlihat dia ingin marah tapi tertahan. Lalu dia berdiri mengancingkan jaketnya rapat-rapat dan memegang bahuku sebentar kemudian pamit pulang. 

Ada rasa lega mengalir dalam tubuhku, akhirnya aku bisa melepaskan diri dari belenggu Adi. Putus pacaran bukannya sedih ini malah bahagia... Benar-benar saat itu aku seperti seekor burung yang baru saja lepas dari sangkarnya. Bebas! Mau kemana gak ada yang ngelarang. Mau beli ini itu gak ada yang protes. Plong rasanya!


Jogja, 25 Agustus 2006

Yang jelas 5 bulan semenjak putus dari Adi aku menikmati masa-masa kesendirianku. Sendiri bukan berarti gak ada teman ya.. Justru aku bisa bebas jalan dengan teman-temanku, bebas melakukan apa yang aku suka, shopping, nongkrong di cafe, karaokean, ke salon, spa, nonton dan semuanya bisa aku kerjakan tanpa ada larangan dan batasan dari seseorang. 

Hari-hari berganti, bulanpun berlalu. Begitu mudahnya aku melupakan Adi, namun tidak untuk Gilang. Masih saja bayangan itu muncul secara tiba-tiba. Entah hanya sekilas lamunan ataupun hadir dalam mimpi. Kadang aku sampai benar-benar merasa sedih dan menangis dalam kenyataannya. 

Oh tidaaaaakk.. Move on dong Rana!!!

***

Sore hari itu sangat cerah, mbak Retno, seniorku di kantor sekaligus teman curhatku mengajakku pergi berdua. Kebetulan hari itu hari ulang tahunku. Namun seperti tahun-tahun sebelumnya aku tak pernah merayakannya. Kadang hanya sekedar makan malam bersama Adi atau temanku yang lain. Kata mbak Retno dia akan menjemputku kemudian kita nonton film di bioskop. Saat itu film baru yang sedang diputar di bioskop adalah Heart. Nirina Zubir, Acha Septriasa dan Irwansyah sebagai para pemerannya. 
"Mbaaak.. Mbak Rana, dicari temennya." Suara mbak Narti dari balik pintu kamarku. Dia pembantu ibu kos, pemegang kunci pagar depan. Kalo ada anak kos yang mau pulang agak larut, bisa dilobi tuh mbak Narti. Kasih martabak kek, roti bakar kek, dia udah seneng kok. Hihihi! 
"Oh ya mbak.. Tolong bilangin tunggu bentar ya mbak, 5 menit lagi.." Jawabku tanpa kubuka pintu kamarku. 
"Yaa.." Kata mbak Narti lalu pergi. 
"Makasiiih.." Teriakku kemudian. 

5 menit kemudian aku membuka pintu kamar lalu menguncinya kembali.
Astaga!! Aku kaget bukan kepalang begitu keluar dari kamarku.. Bukan mbak Retno yang datang mencariku. Aku memperlambat langkah kakiku sambil mataku terus tertuju pada sosok laki-laki yang bersandar ditiang penyangga ruang tamu depan, membelakangiku. Aku mengenalinya, sangat mengenalinya. Masih dengan hati yang berdebar, kutelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang tiba-tiba mengering. Lalu kuberanikan diri menyapanya...
"Mmm.. Gi-lang?" Kataku pelan
Laki-laki itupun membalikkan badan dan...
"Hai Rana, pakabar? Nih.. Buat kamu, selamat ulang tahun yaa.." Dia menyodorkan setangkai bunga mawar merah berbalut plastik cantik dan berpita biru untukku. 
Aku menerimanya dalam keadaan bingung sebingung-bingungnya. Mataku langsung berkaca-kaca, perasaanku tak menentu, kaget, senang, sedih, bingung, takut.. Ah semuanya berkumpul jadi satu saat itu. Kemudian Gilang mendekat dan menarik tanganku perlahan, menggenggam tanganku yang masih memegang bunga darinya. Lalu dia mengambil bunga itu dan meletakkannya diatas meja disamping kami. Kemudian dia menatapku dalam, akupun terus menatap mata itu sampai tak tahan lagi meneteslah air mataku lalu kudekap dia erat. Gilang pun memelukku kemudian mencium rambutku. 
"I love you, sayang.." Bisiknya lembut di telingaku.
Sungguh aku tak bisa berkata-kata, selain menumpahkan semua rasa rinduku yang terpendam selama ini. Aku.. Ah, aku tak bisa mengungkapkan perasaanku saat itu, yang jelas aku bahagia. Setelah beberapa menit kami terbuai dalam pelukan rindu yang dalam dan masih sambil terisak aku berusaha mengatakannya.. "Aku sayang banget sama kamu Gilang...." 
"Iya Rana, aku juga sayang banget sama kamu. Maafin aku ya, dulu..." Aku buru-buru menutup mulutnya dengan jemariku. 
"Sshh, aku yang minta maaf aku gak bisa ngertiin kamu waktu itu.." 
Lalu tangannya menyentuh pipiku dan mengusap airmataku.. Kemudian perlahan dia dekatkan wajahnya ke wajahku.. Kulihat dia mulai memejamkan matanya, akupun terhanyut.. Dan akhirnya kedua bibir kami bertemu.. Kami berciuman penuh rasa rindu yang menggelora. 

Pim piiimm... 📢📢
Aseeemmm! Suara klakson mobil itu membuyarkan konsentrasi kami berdua. Gilang pun tersenyum penuh arti seperti ada yang ia sembunyikan. Lalu dia menarik tanganku mengajakku keluar dari ruang tamu menuju ke teras depan. Tak lupa aku ambil dulu bunga mawar pemberiannya tadi dari atas meja. Dan ternyata, suara klakson tersebut berasal dari mobil mbak Retno. Ternyata mbak Retno sudah menunggu lama didalam mobil. Tapi tiba-tiba kakiku tersandung pot bunga pembatas antara jalan semen dan rerumputan ditaman depan rumah ibu kos, karena Gilang menarikku terlalu bersemangat. Dan akupun jatuh tersungkur... Dari kasur... Kemudian kubuka mataku... Loh?? Wuaaaaaaa!!! Cuma mimpi.... Aku kesel.. Keseeeellll!!! 

Aku merasa mataku agak basah, ternyata aku benar-benar menangis dalam tidur siangku. Dan kuraba bibirku, bekas ciuman dengan Gilang dalam mimpi tadi, kemudian bercermin, tidak ada yang berubah... Hanya mataku saja yang terlihat sembab. 
Tapi ada perasaan lain dalam diriku. Sepertinya aku merasa lega. Mendengar pernyataannya, bahwa dia mencintaiku dan akupun mengatakan apa yang aku pendam selama ini. Walaupun dalam mimpi, akhirnya kami bertemu juga. Semoga dimanapun Gilang berada, dia selalu dalam lindungan Nya. Mungkin sekarang dia sudah menikah dengan kekasihnya, entah lah? Dan aku... Siap menjelang hari dan meraih mimpi-mimpiku. Sendiri...

(TAMAT)


No comments:

Post a Comment