Friday 6 May 2016

"SECANGKIR KOPI"

Hari ini sungguh melelahkan. Kata-kata nya semalam benar-benar membangkitkan kembali memori usang. Padahal, semua kenangan yang sempat kusimpan lama sudah kubuang jauh-jauh, pupus sudah harapanku. 

"Saya hanya pengen memperbaiki hubungan kita lagi. Bisa gak kita seperti dulu lagi?"
Masih kuingat kata-kata nya semalam, sepertinya serius... 

Dia tak banyak berubah. Secara fisik masih sama seperti dia yang dulu. Hanya terlihat lebih dewasa,  kebapakan.

Sementara aku, masih begini-begini aja. Jomblo dan galau. Beruntung aja aku punya kesibukan merintis bisnis cafe dan bakery yang udah 2 tahun ini berjalan. 

"Bu Fira, ada kiriman bunga." kata Wulan, pegawaiku, sambil membawakan sebuah buket berisi bunga Lily kesukaanku. 
"Dari siapa?" selama ini gak pernah ada yang kirim bunga. 
"Masnya tadi sih gak bilang dari siapa, Bu. Tapi ini ada suratnya."
"Oh, makasih ya Wul."

Lalu kuterima bunga itu, dan kubuka amplop kecil berwarna ungu pastel.

Good Morning!
Have a beautiful day..
From: Gery 

Hmmm.. Dia lagi... 
Memang kuakui, tak mudah untukku melupakannya. Cara dia mencintaiku sangat berbeda. Dia yang berhasil mencuri penuh hatiku, dan membawanya sepotong ketika meninggalkanku. Aku benar-benar sedang jatuh cinta saat itu. Tapi dia pergi begitu saja... Apa salahku? 

Bertahun-tahun aku menderita. Menunggu seseorang yang tak pasti. Melewatkan banyak kesempatan untuk membuka lembaran baru. Benar-benar bodoh! Lima tahun sia-sia sudah... Kadang aku benci diriku sendiri. 

Kenapa Gery? Kenapa dia yang justru paling sebentar tapi paling susah dilupakan. Bukan, dia bukan yang pertama. Juga bukan yang terakhir. Entahlah, mengenalnya 1 minggu sepertiku mengenalnya bertahun-tahun. Kenangannya terlalu indah. Meskipun dia pernah menyakitiku, susah rasanya untukku membenci dia. 

Keesokan harinya... 
Di Roemah Roti, cafe milikku. 

"Bu Fira, ada tamu di meja 17." Wulan memberitahuku. 
"Eh, Wul nanti kalo timernya bunyi tolong kamu matikan mixer ya. Tutup dough nya pake kain trus diemin dulu 15 menit." kataku. 
"Ok Bu." jawab Wulan singkat. 

Kemudian aku keluar menuju meja 17 yang terletak di mezzanine. Sampai di tangga langkahku kemudian melambat, tampak dari belakang seorang laki-laki dan seorang anak kecil perempuan di sampingnya. 

"Princess Vira.. Welcome to my castle.." sapaku ceria pada gadis kecil berambut keriting itu. Lalu mereka kompak memutar badannya dan dua-dua matanya tertuju kearahku. 
"Shake hand to Aunty.." kata Gery ke anaknya. 
"Hi, Aunty! Is this your house?" suaranya lucu bangetttt.. Anak ini. 
"Yes, sweetie! Actually this is my office and my home is in upstairs." kusambut uluran tangan mungilnya dan kucubit pipinya kecil. Gemes, deh.. 

Kemudian Gery mengulurkan tangannya padaku, "Apakabar, Fir?"
"Hmm.. Baik." sambutku. 

"Oh ya, Ge, makasih ya bunganya. Gak usah repot-repot gitu sih.."
"Oooh, itu. Hmm suka gak? Bener kan ya Lily bunga favorit kamu kan?"
"Kok kamu masih inget sih?"
"Hehe.. Semua yang berkaitan sama kamu, saya gak bakal lupa, Fir.." jawabnya dengan senyum tersipu-sipu. 
"Aaah kamu, gombal!"

"Daddy, can I see her room upstairs" Vira kecil merengek ke ayahnya untuk naik ke atas. 
"You have to ask her, Vira.." jawab Gery. 
"Okay, okay.. Let's go sweetie. Yuk, kita ke atas aja." ajakku kemudian. 
"Gak papa nih?"
"Santai aja, come on!"
Kemudian kugandeng tangan Vira menuju sebuah ruangan di lantai 3.

"Wow! Aunty, Do you play piano?" mata coklatnya berbinar saat melihat piano disudut ruangan dekat jendela. 
"Yes!" jawabku sambil mengangguk-angguk. 
"I also learn piano.." kata Vira sambil berlari menuju piano kemudian dia mulai asik memainkannya. 
"Vira.. You play the piano and I want to talk with Aunty, ok?"
"Okay, Daddy!"

"Lucu banget sih anak kamu Gery.. Gemesin!"
"Liat dong siapa bapaknya?" jawabnya. 
"Aaaaaah mulai deh.." kataku sambil beranjak menuju minibar untuk membuatkan mereka minuman. 
"Bapaknya gemesin juga gak?" godanya lagi. 
"Heh! Jitak nih!"
"Hahaha.. Jangan galak-galak dong neng!"

Sambil menyeduh kopi, kami ngobrol di minibar. 

"Ya, jadi setelah saya lulus master di Melbourne, saya sempat pulang mencari kamu, Fir, 7 bulan. Tapi saya gak berhasil nemuin kamu. Sampai akhirnya saya harus kembali lagi ke Melbourne untuk ngajar." 
"Lalu kamu menikah dengan orang sana?" selaku. 
"Iya, waktu itu saya bertekad, jika saya gak bisa ketemu kamu lagi, saya memutuskan untuk menikah saja."

"Saya gagal temuin kamu, lalu kami menikah dan pindah ke Sydney. Ruby, ibunya Vira dapet kerja disana. Saya yang bolak-balik karena kebetulan jadwal ngajar saya cuma Jumat dan Sabtu." lanjutnya. 

"Saya cerita semua tentang kamu ke Ruby."
"Hah! Serius? Cerita apa aja kamu tentang saya?"

Gery senyum sambil memandangku, akupun tertunduk malu.. 
"Sebelum kami menikah, saya dan Ruby sudah lama bersahabat, kami sama-sama pernah kerja di cafe di Melbourne untuk mencari uang tambahan buat kuliah. Dan dia tau semuanya tentang kamu, tentang kita, dan yang paling penting dia sangat mengerti bagaimana perasaan saya ke kamu."

"Ruby suka dengan nama kamu, Saphira. Itulah alasannya dia memberi nama anak kami Saphira."
"Ooooh jadi itu?" terjawab sudah rasa penasaran ku. 
"Udah ya? Gak usah dibahas lagi, udah gak penasaran lagi kan? Dari kemaren saya terus yang cerita, sekarang gantian dong, saya mau nanya.."
"Hehe... Iya, mo nanya apa?"
"Kamu, udah punya pacar belum?"

"Pacar?"  tanyaku. 
"Mmm, kamu udah nikah ya?" dia berusaha menebak-nebak.
"Hahaha!" aku ketawa liat mimik mukanya yang tiba-tiba berubah jadi worry gitu. 

Lalu kuceritakan semuanya. Bahwa aku baru saja putus dari pacarku 6 bulan yang lalu. Semenjak putus dari Gery 9 tahun yang lalu, perlu waktu 5 tahun untukku bisa membuka kembali ruang hati ini untuk menerima cinta yang lain. Itupun juga karena kupaksa. Ada seorang cowok mapan ngajak serius pacaran. 

Tapi, ditengah perjalanan justru aku yang awalnya gak serius pengen nikah, malah dia yang berbalik menunda-nunda. Ada aja alasannya, ternyata belakangan ketauan dia ada perempuan lain.
Akhirnya kami putus di tahun ketiga.
Hanya selang 2 minggu, aku jadian lagi dengan cowok lain, anak band, 2 tahun lebih muda dariku. 

Kami sepertinya sadar, hubungan ini hanya sebagai pelampiasan. Kami sama-sama baru putus cinta. Kesepian, sama-sama butuh perhatian, butuh teman jalan, dan teman curhat. Akhirnya kami pacaran  cuma bertahan 3 bulan. Dia masih muda belom kepikiran nikah. Sementara aku, udah usia panik pengen nikah. 

"Hehe.. Jadi kamu bukan milik siapa-siapa lagi dong sekarang?" tanya Gery bersemangat. "Kita bisa memulai lagi kan, Fir?"

Aku menatapnya dalam-dalam, entah kekuatan apa yang membuatku berani menatap matanya. Terpancar dari sana sebuah ketulusan dan pengharapan. 

"Kenapa? Kamu ragu, karena aku duda?"

Pertanyaan yang jauh dari perkiraanku itu keluar dari mulutnya.. 

☕️
(belum tamat)


No comments:

Post a Comment